Sebuah Desa yang Terpencil

About Me

Tampilkan postingan dengan label Kisah Hikmah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kisah Hikmah. Tampilkan semua postingan

Jumat, 07 November 2025

Jangan Tunda Sedekah

Pada suatu hari, ketika berada di dalam kamar mandi, Abul Hasan Al-Busyanji berteriak memanggil muridnya seraya berkata, "Ambilkan bajuku dan segera berikan kepada Fulan."

"Mengapa Anda tidak memberikan pakaian itu nanti setelah keluar dari kamar mandi?" tanya si murid.

"Saat ini dalam hatiku terbetik keinginan untuk memberikan pakaian itu kepada Fulan.  Jika kutunda sampai keluar dari kamar mandi, aku khawatir, niat baikku ini akan berubah," jawabnya.


Hikmah Dibalik Kisah

Saudaraku, betapa sering kita gagal melakukan perbuatan baik hanya karena menundanya.  Waktu yang kita miliki hanyalah saat ini, sedangkan nanti, kita tidak tahu apa yang akan terjadi.  Bisa jadi, nanti kita tidak lagi memiliki masa luang, jatuh sakit, menjadi miskin, menjadi tua dan lemah, atau keburu direnggut maut. Rasûlullâh saw bersabda:

إِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ، وصِحَّتَكَ قَبْل سَقَمِكَ، وغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

"Manfaatkanlah lima hal sebelum datang lima yang lain.  Manfaatkanlah masa mudamu sebelum tiba masa tuamu, masa sehatmu sebelum tiba masa sakitmu, masa kayamu sebelum tiba masa miskinmu, masa luangmu sebelum tiba masa sibukmu dan masa hidupmu sebelum tiba ajalmu."

Share:

Rabu, 29 Oktober 2025

Kisah Tentang Indahnya Keyakinan yang Benar

Dikisahkan bahwa sekelompok pencuri keluar pada malam hari untuk merampok kafilah yang sedang melintas. Ketika malam semakin larut, mereka tiba di sebuah ribath (tempat ibadah atau persinggahan bagi para pejuang di padang pasir). Mereka mengetuk pintu dan berkata kepada penghuni ribāṭ itu: _“Kami adalah sekelompok mujahid yang sedang berjihad di jalan Allah, dan kami ingin bermalam di tempat kalian malam ini.”_

Penghuni ribath pun membukakan pintu untuk mereka. Mereka masuk, dan pemilik ribath menyambut serta melayani mereka dengan penuh hormat. Ia berniat mendekatkan diri kepada Allah dengan berkhidmat kepada mereka, karena ia mengira mereka adalah para pejuang suci.

Pemilik ribath itu memiliki seorang anak laki-laki yang lumpuh dan tidak bisa berdiri. Maka ia mengambil air sisa minuman dan bekas wudhu para tamu itu, lalu berkata kepada istrinya: _“Usapkan air ini ke tubuh anak kita. Semoga Allah menyembuhkannya dengan keberkahan para mujahid ini.”_

Sang istri pun melakukannya dengan penuh keyakinan.

Keesokan paginya, para “mujahid” palsu itu berangkat keluar dan menuju ke suatu arah. Mereka melakukan perampokan dan mengambil sejumlah harta, lalu pada sore harinya kembali ke ribāṭ itu. Saat mereka tiba, mereka terkejut melihat anak pemilik ribāṭ berjalan tegak dan sehat.

Mereka berkata kepada pemilik rumah: _“Apakah ini anakmu yang kemarin kami lihat lumpuh?”_

Pemilik ribath menjawab:_“Ya. Aku mengambil sisa air minum dan bekas wudhu kalian, lalu kuusap ke tubuhnya. Maka Allah menyembuhkannya dengan keberkahan kalian.”_

Mendengar hal itu, para pencuri menangis tersedu-sedu dan berkata:_“Ketahuilah, wahai tuan, kami bukanlah para mujahid. Kami hanyalah sekelompok pencuri yang hendak merampok di jalan. Namun, Allah telah menyembuhkan anakmu karena niat baik dan keyakinant ulusmu.”_

Mereka pun bertaubat kepada Allah Ta‘ala dengan sungguh-sungguh, dan sejak hari itu mereka menjadi para pejuang sejati di jalan Allah (ghuzat dan Mujahidin) hingga akhirnya mereka wafat dalam keadaan demikian.

Sumber kitab: An Nawadir Hal 17 Karya Al imam Al Qolyubi

Share:

Minggu, 07 September 2025

Hari ini ada Gerhana Bulan Total, catat waktunya.

 


Fenomena gerhana bulan total yang terjadi hari ini, Minggu, 7 September 2025, dapat disaksikan dengan jelas di Kabupaten Semarang karena wilayah ini berada dalam zona Waktu Indonesia Barat (WIB).


Jadwal Gerhana Bulan Total di Kabupaten Semarang


Berikut adalah jadwal lengkap fase-fase gerhana yang bisa Anda amati di Kabupaten Semarang:


 * Awal Gerhana Penumbra: Pukul 22.26 WIB (Minggu, 7 September)


 * Awal Gerhana Sebagian: Pukul 23.26 WIB (Minggu, 7 September)


 * Awal Gerhana Total (Blood Moon): Pukul 00.30 WIB (Senin, 8 September)


 * Puncak Gerhana: Pukul 01.11 WIB (Senin, 8 September)


 * Akhir Gerhana Total: Pukul 01.53 WIB (Senin, 8 September)


 * Akhir Gerhana Sebagian: Pukul 02.56 WIB (Senin, 8 September)


 * Akhir Gerhana Penumbra: Pukul 03.56 WIB (Senin, 8 September)


Anda bisa menyaksikan seluruh rangkaian fenomena ini, mulai dari saat Bulan perlahan memasuki bayangan Bumi hingga kembali normal.


Dalam ajaran Islam, fenomena gerhana bulan (khusuf) bukanlah sekadar peristiwa alam biasa, melainkan salah satu tanda kebesaran Allah SWT yang patut direnungkan. Oleh karena itu, dianjurkan bagi umat Islam untuk melakukan beberapa amalan sunnah saat gerhana terjadi. 


Berikut adalah amalan-amalan yang dianjurkan saat gerhana bulan:


1. Melaksanakan Shalat Gerhana (Shalat Khusuf)

Ini adalah amalan utama yang sangat ditekankan oleh Rasulullah SAW. Shalat gerhana dianjurkan untuk dilakukan secara berjamaah di masjid, tetapi juga sah jika dilakukan sendiri di rumah. Shalat ini tidak didahului oleh adzan dan iqamah, melainkan diserukan dengan lafazh "Ash-shalatu jaami'ah" (salat berjamaah).

 * Tata Cara Shalat Gerhana Bulan:

   * Shalat terdiri dari dua rakaat.

   * Setiap rakaat memiliki dua kali ruku' dan dua kali sujud.

   * Pada rakaat pertama: membaca Al-Fatihah dan surah yang panjang, kemudian ruku' dan i'tidal. Setelah i'tidal, kembali membaca Al-Fatihah dan surah yang lebih pendek dari sebelumnya. Setelah itu, ruku' kembali, lalu i'tidal, dan dilanjutkan dengan dua kali sujud.

   * Rakaat kedua dilakukan dengan cara yang sama, namun dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat pertama.

   * Setelah shalat selesai, dianjurkan untuk mendengarkan khutbah (bagi yang berjamaah).


2. Memperbanyak Zikir, Istighfar, dan Doa

Saat gerhana, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak zikir, istighfar (memohon ampunan), dan doa. Ini merupakan bentuk pengingat akan kebesaran Allah dan permohonan perlindungan dari segala azab.

 * Dzikir yang bisa dibaca:

   * Astaghfirullaahal 'azhiim. (Aku memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung.)

   * Allahu Akbar. (Allah Maha Besar.)

   * Subhanallah, walhamdulillah, wa laa ilaha illallah, wallahu akbar, wa laa hawla wa laa quwwata illa billahil 'aliyyil 'azhim. (Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar, tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.)


3. Bersedekah

Bersedekah merupakan amalan yang sangat dianjurkan saat terjadi gerhana. Hal ini sebagai wujud kepedulian sosial dan rasa syukur kepada Allah SWT.


4. Mengingat Kebesaran Allah dan Merenung

Gerhana adalah momen yang tepat untuk merenungkan kebesaran dan kekuasaan Allah. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian atau kelahiran seseorang. Maka jika kalian melihatnya, berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, shalatlah, dan bersedekahlah." (HR. Bukhari dan Muslim).

Share:

Selasa, 15 Juli 2025

Abdullah bin Jahsy

 Abdullah bin Riab bin Yakmur adalah seorang sahabat asal dari suku Bani Asad, saudara kandung Zainab binti Jahsy, ummul mukminin. Ipar Rasulullah Shalalahu ‘alaihi Wassalam ini meninggal dalam perang Uhud.

 Mereka bertanya tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah : ”Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) dari pada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”. (QS. Al Baqarah : 217).

 Menurut beberapa ahli tafsir, ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Abdullah bin Jahsy. 

 Dalam Perang Uhud, kaum Quraisy laki-laki dan perempuan melakukan belas dendam terhadap kaum Muslimin atas kekalahan mereka dalam Perang Badar. Mereka bertindak seperti srigala buas, merobek-robek perut Hamzah bin Abdul Muththalib, paman Rasulullah, dan memakan hatinya. Abdullah bin Jahsy radhiallâhu ‘anhu ; mereka potong hidung dan daun telinganya.

 Abdullah bin Jahsy radhiallâhu ‘anhu bangga sekali karena ia merupakan kepala pasukan pertama yang dilantik Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan komandan pasukan pertama yang menetapkan kemenangan perang 1/5 (seperlima) bagian untuk Rasulullah sebelum Allah mengukuhkannya.

 Ayahnya adalah Jahsy bin Riab bin Khuzaimah al-Asadi, ibunya adalah Aminah binti Abdul Muththalib bin Hasyim, dan saudarinya adalah Zainab binti Jahsy, istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam . Jadi, dia adalah saudara misan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan ibunya, sekaligus iparnya.

 Dia dilahirkan di Mekkah, dekat Baitullah al-Haram. Sesudah ia dewasa barulah tahu jalan ke Ka’bah. Ia berdiri lama di depan Ka’bah, mengamati jamaah haji yang datang berbondong-bondong dari seluruh pelosok dunia.

 Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri isak tangis mereka, air mata sedih dan keharuan mereka, dan keluh kesah serta doa mereka di depan Ka’bah yang megah itu.

 Berapa kali telinganya mendengarkan rintihan dan bisikan mereka dengan berbagai bahasa yang tidak dipahami maksud dan tujuannya. Pada saat itu, ia merebahkan dirinya di pangkuan ibunya menanyakan dengan penuh harap apa-apa yang dilihatnya.

 Ibunya menjawabnya dengan penuh rasa kasih sayang sambil mengusap-usap kepalanya dan pundaknya hingga ia tertidur. Putranya itu lalu diselimuti dan didoakannya supaya Tuhan Ka’bah itu melindungi dan memeliharanya.

 Pada suatu hari, ia datang kepada ibunya sambil menangis sedih. Ia menceritakan bahwa sekelompok orang telah meruntuhkan bangunan Ka’bah itu.

Ibunya menenangkan hatinya, menceritakan kepadanya bahwa mereka sedang memugar bangunan itu supaya emas perak dan permata mutumanikam yang ada di dalamnya tidak dicuri orang akibat kerusakan yang ditimbulkan banjir.

 Pada waktu itu, Abdullah melihat bagaimana persaingan keras antara para kabilah Arab yang berebutan ingin meletakkan Hajar Aswad di tempatnya, hingga hampir terjadi pertengkaran dan peperangan antara mereka.

 Untunglah, akhirnya, mereka menerima gagasan sesepuh mereka untuk menyerahkan hal itu kepada orang yang pertama kali masuk ke Baitullah esok paginya, untuk menetapkan kabilah mana yang mendapat kehormatan meletakkannya.

 Ternyata, orang yang masuk pertama itu Muhammad al-Amin, yang kemudian ia menggelarkan mantelnya dan meletakkan Hajar Aswad itu di tengahnya, lalu ia perintahkan kepada semua wakil kabilah yang hadir untuk memegang ujung mantel itu dan mengangkatnya ke dekat tempatnya, lalu ia mengangkat dengan tangannya dan menaruh di tempatnya.

 Sesudah Hajar al-Aswad diletakkan di tempatnya, para pekerja meneruskan pekerjaannya memperbaiki Ka’bah.

Sejak saat itulah, Abdullah mencintai Muhammad al-Amin dengan sepenuh hati dan mengagumi kebijaksanaannya memecahkan masalah yang hampir menimbulkan pertumpahan darah diantara kabilah Arab, dan caranya yang cerdik menyertakan semua kabilah ikut merasa mendapat kehormatan mengangkat Hajar al-Aswad ke tempatnya. Sejak itulah, ia menjadikan Muhammad sebagai tokoh favorit dan panutannya.

 Setiap hari, Abdullah berusaha menyertai dan duduk-duduk dengan Muhammad untuk belajar lebih banyak tentang berbagai hal, baik melalui tutur katanya maupun melalui tingkah lakunya.

 Pada suatu hari, Abdullah tidak melihat Muhammad al-Amin seperti biasanya. Ia tidak sabar menantinya, ia pergi mengetuk pintu rumahnya. Istri beliau memberitahukan bahwa beliau ada di Gua Hira.

 Ia pulang ke rumahnya dengan kecewa dan sedih karena rasa rindunya kepada laki-laki pujaannya itu. Kapan gerangan ia kembali duduk-duduk bersamanya lagi?.

Pada suatu pagi yang membahagiakan, menjelang fajar menyingsing, dimana embusan angin membawa titik-titik embun yang membangkitkan kehidupan dan kesegaran, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sedang sujud di tempat shalatnya, memuja dan memuji Tuhannya, tiba-tiba ia mendengar seperti gemerincing suara bel, kemudian malaikat Jibril menyampaikan wahyu dan perintah Tuhan, “Dan, berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”. (QS Asy-Syu’ara : 214)

Sang surya sudah menampakkan wajahnya yang perkasa dan memancarkan cahayanya, menghalau sisa titik-titik embun yang masih ada diatas daun. Sementara itu, Muhammad al-Amin melangkahkan kakinya menuju Bukit Shafa, tidak jauh dari Ka’bah, lalu teriaknya, “selamat pagi, selamat pagi”.

 Abdullah masih telentang diatas tempat tidurnya, matanya terbuka lebar, sambil berpikir untuk menemui Muhammad al-Amin di Gua Hira, seperti yang dikabarkan isteri beliau, Khadijah. Tiba-tiba, ia mendengar kumandang suara Muhammad, “selamat pagi, selamat pagi” dari atas bukit Shafa, tidak jauh dari rumahnya. Ia lalu melemparkan selimutnya dan pergi ke sana.

 Tampaknya, suara itu berhasil mengumpulkan kaum Quraisy; semuanya berdatangan ingin tahu ada apa sepagi itu mereka diundang.

 Sesudah mereka berkumpul, mulailah beliau menyeru mereka, “Hai keluarga Ghalib, keluarga Luai, keluarga Murrah, keluarga Kilab, keluarga Qushai, dan keluarga Abdu Manaf! Kalau aku memberitahukan kepada kalian bahwa di balik gunung itu ada musuh yang hendak menyerang kalian, apakah kalian akan mempercayaiku?”.

Mereka menjawab serentak, “Ya, karena kau tidak pernah berbohong kepada kami”.

 Rasulullah melanjutkan, “Maka, janganlah kamu menyeru (menyembah) tuhan yang lain disamping Allah, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang diazab. Dan, berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan rendahkan dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman”. (QS Asy-Syu’araa’ : 213-215).

 Kerumunan orang itu lalu bubar. Ada yang percaya dan ada yang tidak, masing-masing membela argumentasi dan kebenarannya.

 Sementara itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pulang kembali ke rumahnya. Abdullah pun kembali juga dengan membawa kata-kata baru yang dilontarkan Muhammad al-Amin itu. Ternyata, kata-katanya meyakinkan kalbunya, lalu ia pergi menyusul Muhammad ke rumahnya dan meyatakan keislamannya di sana.

Sesudah ia mengucapkan kalimat syahadat, lalu ia mengajak kedua saudara perempuannya masuk Islam juga dan ternyata mereka mengikuti jejaknya, malah ia menjadikan salah sebuah ruangan dalam rumahnya sebagai mushalla untuk beribadah dengan tekun dan khusyu’ kepada Allah Ta’ala.

 Akan tetapi, Quraisy telah menunggangi kepalanya sendiri. Ia memaklumatkan perang tanpa ampun terhadap dakwah itu dan bertindak kejam dan keji terhadap para mustadh’afin yang berani mengikuti ajaran Muhammad termasuk juga Abdullah.

Al-Hakam bin Kisan kemudian masuk Islam dengan baik dan tinggal bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam hingga syahid pada peristiwa Bi’ir Ma’unah. Utsman pulang kembali ke Mekkah dan mati dalam keadaan kafir. Adapun Naufal terjatuh bersama kudanya ke dalam lubang parit (khandaq ) sehingga tewas tertumbuk batu. Kaum Musyrikin meminta mayatnya dengan imbalan uang, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Bawalah, karena mayatnya buruk dan tebusannya buruk”.

Renungan Di sebelah Baitullah al-Haram, rumah yang Allah jadikan daerah aman dan damai bagi hamba-hambaNya, menyambut doa bapak para nabi, Ibrahim ‘alaihissalam , “Ya Tuhan, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa”. (QS al-Baqarah : 126). Di sana, Asma’, ibu Ammar dan Yasir, ayahnya, dibunuh dengan keji dan kejam, bukan karena berdosa tapi semata-mata karena keduanya menyatakan “Tuhan kami hanya Allah”.

 Di daerah yang Allah tetapkan sebagai daerah aman dan damai secara mutlak dari semua sengketa, peperangan dan pertengkaran, supaya mereka kembali sadar dan menginsafi apa yang tepat dan benar, hidup bersaudara dan berdampingan di dalam daerah itu, oleh kaum Quraisy dijadikan ajang pembunuhan sekelompok orang yang tiada berdaya dan berdosa.

 Mereka dipaksa keluar dan menyimpang dari agamanya. Mereka dilarang mengikuti pelajaran yang diberikan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Allah sudah menetapkan bahwa daerah Masjid al-Haram dan sekitarnya itu semacam daerah margasatwa, dimana burung-burung bebas beterbangan tanpa rasa takut, dimana hewan, manusia dan bahkan serangga bisa hidup berdampingan secara aman dan damai tanpa rasa takut satu dengan yang lainnya. Mengapa negeri yang telah ditetapkan menjadi daerah aman dan damai berubah menjadi daerah yang menakutkan dan penuh kengerian. Daerah bebas merdeka itu berganti menjadi daerah perbudakan, dimana kebebasan orang memilih agama dan hak mengamalkan keyakinannya dibatasi dan dihalang-halangi.

 Menyambut seruan agama tauhid yang dikumandangkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dicap sebagai kafir dan murtad karena keluar dari agama nenek moyang yang percaya kepada berhala-berhala ; Latta, ‘Uzza dan Manat yang dideretkan di sekitar Ka’bah.

 Allah telah menetapkan haram (suci)nya rumah itu sejak Ibrahim dan putranya Ismail ‘alaihissalam membangunnya. Sejak saat itulah, Allah telah menetapkan daerah itu aman bagi semua orang dan sekalgus daerah haram mengadakan peperangan dan pembunuhan.

 “(Dan) ingatlah ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman…”. (QS al-Baqarah : 125)

 Rahmat dan nikmat yang dikaruniakan Alah kepada hambaNya itu oleh kaum Quraisy disulap bagi kaum mustadh’afin di daerah aman dan damai itu. Mereka dikejar dan disiksa, agamanya diejek dan dihina, keluarganya diganggu dan dianiaya.

  Alasan Palsu Mereka Diungkapkan oleh Al-Qur’an

“…jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu niscaya kami akan diusir dari negeri kami…”. (QS al-Qashash : 57)

Selanjutnya, Sa’ad bin Abi waqqash berkata, “Ternyata doa Abdullah bin Jahsy lebih baiik dari doaku. Pada keesokan harinya, menjelang hari berakhir, aku melihat kedua daun telinganya dan ujung hidungnya bergantung dengan seutas tali”.

 Begitulah cita-cita dan dambaan pengikut Muhammad berebut maju dalam medan perang, ingin mendapatkan salah satu diantara dua kebaikan; meninggikan kalimat Allah dan memenangkan agamaNya atau mati syahid.

 Ternyata, doa mereka dikabulkan Allah Ta’ala, cita-citanya dipenuhi sesuai dengan firmanNya, “Berdoalah kepadaKu niscaya Aku akan memperkenankan bagimu”. (QS al-Mukmin : 60)

 Allah Ta’ala sudah mengabulkan doa Abdullah bin Jahsy radhiallâhu ‘anhu dan sudah berkenan menerimanya di sisiNya karena ia sudah menunaikan tugas kewajibannya dengan baik terhadap Tuhan, agama dan Rasulnya. Jadi, fungsinya dinyatakan selesai dan takdirNya sudah jatuh tempo. Akan tetapi, misi Sa’ad bin Abi Waqqash belum selesai, tugas kewajiban yang menantinya masih banyak dan panjang, menunggu penanganannya.

 Seusai Perang Uhud, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk menguburkan jenazah pamannya, Hamzah dan Abdullah dalam satu kubur dan memerintahkan Amru ibnul Jumuh dan Abdullah bin Umar bin Haram juga dalam satu kubur karena keduanya kawan karib di dunia.

 Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Aku menjadi saksi mereka bahwa tidak terdapat luka di jalan Allah melainkan Allah akan melahirkan kembali lukanya itu berdarah di hari kiamat; warnanya seperti warna darah dan baunya seperti bau misk (kesturi)”.

 Sebab Turunnya Ayat

 Menurut keterangan Ahli Tafsir (mufassirin), pada bulan Jumadil Akhir dua bulan sebelum Perang Badar berkobar, kira-kira tujuh belas bulan sesudah hijrah ke Madinah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengirimkan delapan orang Muhajirin dibawah pimpinan Abdullah bin Jahsy dengan pesan, “Pergilah kau dengan Asma Allah dan janganlah kau buka suratku ini hingga engkau berjalan selama dua hari. Sesudah menempuh jarak itu barulah kau buka suratku itu dan bacakan kepada kawan-kawanmu. Setelah itu, teruskan perjalananmu sesuai perintahku. Janganlah ada diantara kawan-kawanmu itu yang pergi mengikuti karena dipaksa (terpaksa)”.

Abdullah bin Jahsy berjalan selama dua hari, kemudian ia berhenti dan membuka surat Rasulullah itu.

“Bismillaahr-ahmaanirahiim. Amma ba’du, pergilah kau dengan kawan-kawan yang menyertaimu disertai keberkahan dari Allah hingga kau mencapai sebuah kebun kurma. Dari sana, kau bisa mengintai kegiatan kafilah Quraisy, lalu kau kembali membawa berita mereka”.

Beberapa orang mustadh’afin datang menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan meminta supaya Allah meringankan beban yang mereka derita. Dengan agak gusar, Rasulullah bersabda: “Demi Allah, orang-orang sebelum kalian ditangkap dan tubuhnya dibelah dua, namun mereka tidak bergeser dari agamanya sedikitpun. Ada lagi yang tubuhnya disisir dengan sisir besi diantara tulang dan dagingnya, tetapi hal itu tidak memaksa mereka beralih agama. Hal ini akan berjalan terus hingga para musafir dari Shan’a’ ke Hadramaut tidak merasa gentar lagi selain kepada Allah atau para gembala tidak takut lagi kepada ternaknya dari terkaman srigala, tetapi memanglah kalian suatu kaum yang terburu nafsu”.

 Penyiksaan Quraisy makin ganas dan kejam. Abu Jahal menyiksa dan menganiaya Sumayyah, ibu Ammar radhiallâhu ‘anhu hingga tewas, begitu pula suaminya, Yasir dan puteranya, Ammar.

 Sudah tentu berita itu menimbulkan rasa ngeri dan gelisah pada kaum mustadh’afin karena mereka tidak diperkenankan memaklumatkan perang terhadap kaum mustakbirin itu. Apa yang harus mereka lakukan sedangkan kaum kafir Quraisy tidak henti- hentinya melakukan tindakan penindasan dan perang permusuhan?.

Mereka berkumpul dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk meminta dicarikan jalan pemecahan dari ancaman dan terkaman orang-orang ganas dan buas yang tidak berprikemanusiaan itu.

 Pada saat itulah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengemukakan gagasannya : “Kalau kalian mau hijrah ke negeri Habasyah, disana terdapat seorang raja yang tidak berlaku zhalim kepada siapapun, dialah negeri kejujuran hingga Allah membukakan kelapangan dari keadaan kalian dewasa ini”.

 Kini, mereka diperkenankan melakukan hijrah, menyelamatkan diri dan agamanya ke negeri yang lebih aman agar bisa menunaikan ibadahnya dengan bebas dan tenang.

 Pada waktu itu, Abdullah dan kedua saudara laki-lakinya serta kedua saudara perempuannya, bahkan dengan semua anggota keluarganya, pergi hijrah ke negeri yang dimaksudkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai negeri kejujuran, yang rajanya tidak pernah berlaku zhalim itu.

 Amr ibnul Ash radhiallâhu ‘anhu berkisah, “pada suatu hari, aku duduk di Majelis an-Najasyi, Raja Habasyah, lalu masuklah Amr bin Umayyah adh-Dhamari. Pada waktu itu, ia sedang membawa surat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk Raja Habasyah itu. Sesudah ia keluar, aku berkata kepada Najasyi, ‘orang itu perutusan musuh kami. Ia yang telah menegangkan situasi dan membuat tokoh-tokoh kami setengah mati. Serahkanlah dia kepada kami, kami akan membunuhnya’.

 Ia gusar sekali atas omongan itu, lalu ia memukul mukaku dengan keras hingga terasa hidungku seakan-akan copot dan mengucurkan darah banyak sekali ke bajuku. Aku merasa terhina sekali di tengah-tengah majelis itu. Rasanya, aku lebih rela mati terkubur dalam tanah daripada menderita malu serupa itu.

 Untuk melunakkan amarahnya, aku berkata lagi, "Kalau aku tahu baginda akan murka seperti ini, aku tidak akan mengajukan permintaan seperti itu".

 "Ya Amr, kau meminta kepadaku supaya aku menyerahkan perutusan orang yang mendapatkan Namus yang maha besar, yang pernah datang kepada Musa ‘alaihissalam dan ‘Isa ‘alaihissalam. Kau meminta aku menyerahkan perutusannya untuk dibunuh? “.

 “Sejak saat itu,” kata Amr selanjutnya, 

 Dalam hati kecilku terjadi perubahan sikap, lalu kataku dalam hati, "Bangsa Arab dan ‘Ajam/asing mengenal kebenaran ini sedangkan kau akan melawannya". Aku kemudian bertannya kepadanya, "Apakah yang mulia percaya atas hal itu?".

 "Ya, Aku bersaksi di hadapan Allah, wahai Amr! Percayalah kepadaku, dia adalah benar, dia akan dimenangkan atas orang yang melawannya, seperti halnya Musa ‘alaihissalam dimenangkan melawan Fir’aun dan pasukannya".

 "Apakah yang mulia mau menerima bai’atku masuk Islam atas namanya?".

Oleh kaum Quraisy, kejadian itu dimanfaatkan menarik simpati kabilah Arab dan sekaligus untuk memecah-belah barisan kaum Muslimin. Mereka menghasut bahwa pengikut Muhammad telah merobek-robek kehormatan bulan-bulan haram. Kampanye lihai mereka hampir berhasil memecah-belah barisan kaum Muslimin. Untunglah keputusan langit cepat turun, mengingatkan kaum Muslimin supaya tetap memelihara persatuan dan kesatuannya, dan supaya tidak menganggap remeh tindak-tanduk dan fitnah lawan-lawannya itu.

 “Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan haram". Katakanlah, "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar, tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (mengahalangi masuk ke) Masjid al-Haram, dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan, berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, lalu ia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalnya di dunia dan akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. (al-Baqarah : 217) .

 Demikianlah berita wahyu itu mengungkapkan tampang kaum Quraisy yang sebenarnya, bagaimana taktik dan strategi mereka menghadapi kaum Muslimin, mereka akan berusaha sekuat-kuatnya dengan segala cara, legal atau ilegal, halal atau haram, memaksa mereka menjadi kafir kembali.

 Akan tetapi, kehendak Allah sudah menetapkan umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam yang konsekuen menjalankan ajaran agamanya akan dijadikan pemimpin dunia seluruhnya.

 “Dan, demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasulullah (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu..”. (QS al-Baqarah : 143).

 Memang secara keseluruhan, mental dan moral jamaah Islam dapat menahan diri dan menghindarkan diri dari godaan duniawi, menyambut dengan patuh titah peritah Allah Ta’ala, tidak melakukan penyerangan terhadap mereka yang telah mengusir keluar dari tanah airnya, yang merampas harta bendanya, dan yang tidak memperkenankan menunaikan manasik haji di Baitullah al-Haram. Mereka merasa gusar dan marah dalam hati atas sikap lawan-lawannya itu, namun mereka harus mampu menahan diri sesuai dengan petunjuk agamanya.

 “…Dan, janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah sesungguhnya Allah amat berat siksaNya”. (QS al-Maidah : 2).

 Kaum Muslimin menyambut dengan lapang dada dan sukacita ajaran yang digariskan langit itu. Mereka memelihara persatuannya, memadu kegiatannya, menaburkan bibit kebaikan dan ketakwaan dan menumpas kuman-kuman dan permusuhan. Dalam sekejap saja, dunai menyambut mereka bagai pemimpin dan guru dunia. Akan tetapi, mengapa cucu-cucu mereka kini berpaling hanya menjadi pengekor?. Bagaimana mereka telah menghilangkan landasan hidup yang mereka rintiskan? Allahumma ihdi qaumi. Wallâhu a’lam .

 Sumber :

- Sirah Shahabiah Nabi, karya Mahmud Mahdi al-Istanbuly.

Share:

Abdullah bin Amr bin Al-Ash

 Dia adalah seorang dari Abadilah yang faqih, ia memeluk agama Islam sebelum ayahnya, kemudian hijrah sebelum penaklukan Mekkah. Abdullah seorang ahli ibadah yang zuhud, banyak berpuasa dan shalat, sambil menekuni hadits Rasulullah Shallahllahu ‘alaihi Wassalam. Jumlah hadits yang ia riwayatkan mencapai 700 hadits, Sesudah minta izin Nabi Shallahu ‘alaihi Wassalam untuk menulis, ia mencatat hadits yang didengarnya dari Nabi. Mengenai hal ini Abu Hurairah berkata “Tak ada seorangpun yang lebih hapal dariku mengenai hadits Rasulullah, kecuali Abdullah bin Amr bin al-Ash. Karena ia mencatat sedangkan aku tidak”.

 Abdullah bin Amr meriwayatkan hadits dari Umar, Abu Darda, Muadz bin Jabal, Abdurahman bin Auf, dan beberapa yang lain. Yang meriwayatkan darinya antara lain Abdullah bin Umar bin Al-Khatthab, as-Sa’ib bin Yazid, Sa’ad bin Al-Musayyab, Thawus, dan Ikrimah.

 Sanad paling shahih yang berpangkal darinya ialah yang diriwayatkan oleh Amr bin Syu’aib dari ayahnya dan kakeknya Abdullah.

 Abdullah bin Amr wafat pada tahun 63 H pada malam pengepungan Al-Fusthath.

 

 Sumber :

- Disalin dari Biografi Abdullah bin Amr dalam Al-Ishabah no.4838 Ibn Hajar Asqalani, Thabaqat ibn Sa’ad 4/9.

Share:

Abdullah bin 'Abbas

 

Abdullah bin Abbas adalah sahabat kelima yang banyak meriwayatkan hadist sesudah Sayyidah Aisyah, ia meriwayatkan 1.660 hadits. 

 Dia adalah putera Abbas bin Abdul Mutthalib bin Hasyim, paman Rasulullah dan ibunya adalah Ummul Fadl Lababah binti Harits saudari ummul mukminin Maimunah.

 Sahabat yang mempunyai kedudukan yang sangat terpandang ini dijuluki dengan Informan Umat Islam. Beliaulah asal silsilah khalifah Daulat Abbasiah. Dia dilahirkan di Mekah dan besar di saat munculnya Islam, di mana beliau terus mendampingi Rasulullah sehingga beliau mempunyai banyak riwayat hadis sahih dari Rasulullah . Beliau ikut di barisan Ali bin Abi Thalib dalam perang Jamal dan perang Shiffin. Beliau ini adalah pakar fikih, genetis Arab, peperangan dan sejarah. Di akhir hidupnya dia mengalami kebutaan, sehingga dia tinggal di Taif sampai akhir hayatnya.

 Abdullah lahir tiga tahun sebelum hijrah dan Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam mendoakannya “Ya Allah berilah ia pengertian dalam bidang agama dan berilah ia pengetahuan takwil (tafsir)”. Allah mengabulkan doa Nabi-nya dan Ibnu Abbas belakangan terkenal dengan penguasaan ilmunya yang luas dan pengetahuan fikihnya yang mendalam , menjadikannya orang yang dicari untuk di mintai fatwa penting sesudah Abdullah bin Mas’ud, selama kurang lebih tiga puluh tahun. 

 Tentang Ibnu Abbas, Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah berkata : ”Tak pernah aku melihat seseorang yang lebih mengerti dari pada Ibnu Abbas tentang ilmu hadits Nabi Shallallahu alaihi Wassalam serta keputusan2 yang dibuat Abubakar ,Umar , dan Utsman“. 

 Begitu pula tentang ilmu fikih ,tafsir ,bahasa arab , sya’ir , ilmu hitung dan fara’id. Orang suatu hari menyaksikan ia duduk membicarakan ilmu fiqih, satu hari untuk tafsir, satu hari lain untuk masalah peperangan, satu hari untuk syair dan memperbincangkan bahasa Arab. "Sama sekali aku tidak pernah melihat ada orang alim duduk mendengarkan pembicaraan beliau begitu khusu’ nya kecuali kepada beliau. Dan setiap pertanyaan orang kepada beliau, pasti ada jawabannya”.

 Menurut An-Nasa’I, sanad hadits Ibnu Abbas paling Shahih adalah yang diriwayatkan oleh az-Zuhri, dari Ubaidullah bin Abdullah bin ‘Utba, dari Ibnu abbas. Sedangkan yang paling Dlaif adalah yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Marwan as-Suddi Ash-Shaghir dan Al-Kalabi, dari Abi Shalih. Rangkaian ini disebut silsilah Al-Kadzib (silsilah bohong).

 Ibnu Abbas mengikuti Perang Hunain, Thaif, Penaklukan Makkah dan haji wada’. Ia menyaksikan penaklukan Afrika bersama Ibnu Abu as-Sarah. Perang Jamal dan Perang Shiffin bersama Ali bin Abi Thalib.

 Ia wafat di Thaif pada tahun 68 H. Ibnu al-Hanafiyah ikut menshalatkannya.

 

Sumber :

- Disalin dari : Biografi Ibnu Abbas dalam Al-Ishabah no.4772

Share:

Selasa, 06 Agustus 2024

IBADAH ORANG SHALIH

 Alkisah, Isham bin Yusuf datang di suatu majelis Hatim al-Asham. 

Saat itu, Hatim al-Asham hendak menutup majelisnya. Namun, ia bertanya, “Wahai Abu Abdirrahman, bagaimana shalatmu?” 

Hatim al-Asham menengokkan wajahnya kepada Isham bin Yusuf, dan berkata, “Apabila waktu shalat datang, aku bersiap-siap, berwudhu lahir dan batin, lalu shalat.” 

“Bagaimana wudhu batin?” 

“Adapun wudhu lahir adalah membasuh anggota dengan air. Adapun wudhu batin adalah membasuhnya dengan tujuh hal, yaitu taubat, penyesalan, meninggalkan cinta dunia, pujian makhluk, jabatan, khianat, dan hasud. Kemudian, aku pergi ke masjid. Aku menegakkan anggota tubuh. Maka, aku melihat Ka'bah. Kemudian, aku berdiri di antara kebutuhanku dan takutku. Allah melihatku. Surga di samping kananku, dan neraka di samping kiriku. Sementara itu, malaikat kematian berada di belakangku. Seolah-olah, aku meletakkan telapak kakiku di atas shirat dan menyangka bahwa ini adalah shalat terakhir yang aku lakukan. Kemudian, aku berniat, membaca takbir dengan baik, membaca Fatihah dengan tafakur, ruku dengan tawadhu, sujud dengan doa sungguh-sungguh, tasyahud dengan penuh harap, dan salam dengan ikhlas. Ini adalah shalatku selama tiga puluh tahun.” 

Mendengar penjelasan itu, Isham bin Yusuf berkata, “Ini adalah sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh siapa pun, selain kamu!” 

Isham bin Yusuf pun menangis dengan tersedu-sedu.


Sumber kitab: An Nawadir karya Al Qolyubi 

Share:

KEUTAMAAN SHOLAT MALAM

 Alkisah, seorang laki-laki membeli budak. Setelah pembelian selesai, si budak berkata kepada tuannya:

"Wahai Tuanku, aku meminta darimu tiga syarat; pertama, engkau tidak melarangku shalat ketika waktunya telah tiba. Kedua, engkau mempekerjakan aku pada siang hari, dan jangan menyibukkanku pada malam hari. Ketiga, engkau memberikan aku sebuah rumah yang tidak dimasuki oleh siapa pun, kecuali aku."

Tuannya berkata, "Engkau memperoleh hak itu. Lihatlah rumah-rumah ini."

Si budak berkeliling memilih rumah untuk tempat tinggalnya. Ia memilih rumah yang rusak dan hampir roboh.

"Mengapa engkau memilih rumah roboh ini?" tanya tuannya. "Wahai Tuanku, ketahuilah bahwa rumah roboh yang bersama Allah, maka sejatinya berdiri tegak dengan kebun indah."

Tuannya diam mendengar jawaban itu.

Pada malam harinya, si budak tinggal di tempat itu. Suatu malam, tuannya mengundang teman-temannya untuk minum dan bersenang- senang bersama. Ketika tengah malam, dan teman-temannya telah pulang, ia berkeliling di antara rumah-rumahnya. Pandangannya jatuh pada ruang si budak. Tiba-tiba, di sana terdapat pelita dari cahaya yang bergantungan di langit.

Sementara itu, si budak sedang sujud bermunajat kepada Tuhannya, dan berkata, "Tuhanku, aku harus melayani tuanku pada siang hari. Seandainya tidak ada ia, maka akan aku gunakan waktuku bagi-Mu, baik siang maupun malam. Maka, ampuni aku!"

Tanpa beranjak dari tempatnya, majikan itu terus memandang budaknya dengan rasa takjub sampai terbit fajar. Kemudian, pelita itu hilang dan yang tampak adalah atap rumah. Setelah itu, ia datang kepada istrinya memberi tahu peristiwa yang baru saja dilihatnya.

Pada malam berikutnya, ia dan istrinya sengaja melihat ruangan si budak dari luar. Mereka melihat pelita yang bergantungan di langit itu menyinari si budak. Sementara, si budak bersujud dan bermunajat hingga terbit fajar.

Keesokan harinya, mereka memanggil si budak.

"Engkau merdeka karena Allah Swt. semata. Sehingga, engkau boleh menggunakan waktumu untuk mengabdi kepada orang yang mengizinkan beberapa waktu untukmu," ucap mereka.

Setelah itu, mereka memberi tahu peristiwa yang mereka lihat tentang karamah Allah Swt. Mendengar ucapan itu, ia langsung mengangkat tangannya ke langit:

"Tuhanku, aku meminta-Mu agar tidak membuka tutupku dan tidak menampakkan keadaanku. Apabila Engkau telah membukanya,maka ambilah aku kembali kepadamu"

Tiba tiba,budak itu meninggal dunia 

Semoga Allah merahmatinya.


Sumber kitab : An Nawadir karya Al Qolyubi

Share:
IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

Sidebar Ads

PETA DESA BENDUNGAN

Facebook Fanspage